Sabtu, 19 Desember 2015

KELAS KATA (SITI SONIYAH)

0


KELAS KATA
Diajukan untuk Tugas Akhir Semester Ganjil



Dosen pengampu:
Haerudin  M,Pd

Disusun oleh:
Siti Soniyah 1584202077


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
TANGERANG
2015/2016



KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan penulis kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang "Kelas Kata", yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini menjelaskan tentang pengertian kelas kata, pembagian kelas kata.

Dalam menyusun makalah ini penulis banyak memperoleh, bimbingan serta masukan dari beberapa pihak terkait. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan dan penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karna itu diharapkan adanya kritik dan saran yang membangun. Penulis juga mengharapkan maklah ini berguna bagi siapa saja yang membacanya.

Tangerang,19 desember 2015


Penulis,
Siti Soniyah











DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAUHULUAN
1.1  Latar Belakang
1.2  Rumusan Masalah
1.3  Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Kelas Kata
2.2  Pembagian Kelas Kata
2.2.1        Verba
2.2.2        Ajektiva
2.2.3        Nomina
2.2.4        Pronomina
2.2.5        Numerilia
2.2.6        Adverbia
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA








BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Pada dasarnya kata adalah satu kesatuan yang utuh yang mengandung arti dan makna. Kata dapat digolongkan ke dalam kelas-kelas yang berbeda-beda yang sering kita sebut dengan kelas kata. Kelas kata termaksuk salah satu permasalahan atau problem yang selalu diperbincangkan dalam analisis bahasa, hal ini karena adanya perbedaan dalam penggolongan atu pengelasan kata oleh para ahli.
Kelas kata atau sering juga disebut dengan jenis kata adalah pengelompokkan atau penggolongan kata untuk menemukan suatu sistem dalam bahasa. Sebagai mana kita ketahui kata merupakan bentuk yang sangat komplek yang tersusun atas beberapa unsur, kata dalam bahasa Indonesia dapat terdiri atas satu suku kata atau lebih.
Kata merupakan bentuk yang sangat komplek yang tersusun atas beberapa unsur. Kata dalam bahasa Indonesia terdiri atas satu suku kata atau lebih. Kata merupakan unsur atau bagian yang sangat penting dalam kehidupan berbahasa. Bidang atau kajian mengenai kata telah banyak diselidiki oleh ahli bahasa. Penyelidikan tersebut menghasilkan berbagai teori-teori antara yang satu dengan yang ain berbeda-beda. Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan sudut pandaang antara ahli bahasa yang satu dengan yang lainnya. Adanya perbedaan konsep antara ahli yang satu dengan yang lainnya tentu akan membingungkan dalam kegiatan pembelajaran. Makalah ini akan membahas mengenai perbedaan pendapat para ahli dalam pengelasan kata tersebut serta pembagian-pembagiannya.
 Makalah ini dibuat agar kita khususnya penulis dapat memahami dan mengerti apa itu pengertian kelas kata, pembagian kelas kata. Agar dapat berbahasa yang baik dan benar.
1.2  Rumusan masalah
1.      Apa pengertian kelas kata?
2.      Apa saja kelas kata?

1.3  Tujuan
2.      Mengetahui pengertian kelas kata
3.      Mengetahui apa saja kelas kata




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian kelas kata
Kelas kata atau sering juga disebut dengan jenis kata adalah pengelompokkan atau penggolongan kata untuk menemukan suatu sistem dalam bahasa. Sebagai mana kita ketahui kata merupakan bentuk yang sangat komplek yang tersusun atas beberapa unsur, kata dalam bahasa Indonesia dapat terdiri atas satu suku kata atau lebih.
2.2  Pembagian kelas kata

2.2.1        Verba
Pengertian verba
Secara sintaktis sebuah satuan gramatikal dapat dikatakan berkategori verba dari perilakunya dalam satuan yang lebih besar; jadi sebuah kata dapat dikatakan berkategori verba hanya dari perilakunya dalam frase, yakmi dalam hal kemungkinannya satuan itu didampingi partikel tidak dalam konstruksi dan dalam hal tidak dapat didampinginya satuan itu dengan partikel di, ke, dari, atau dengan partikel seperti sangat, lebih, atau agak.
Dari bentuknya dapat dibedakan:
(1)    Verba dasar bebas,
Yaitu verba yang berupa morfem dasar.
Contoh: duduk, makan, mandi, minum, pergi, pulang, tidur.
(2)   Verba turunan,
Yaitu verba yang telah mengalami afiksasi, reduplikasi, gabungan proses atau berupa panduan leksem. Sebagai bentuk turunan dapat kita jumpai:
a)      Verba berafiks:
Contoh: ajari, bernyanyi, bertaburan, bersentuhan, ditulis, jahitkan, menguliti, menjalani, kehilangan, berbuat, terpikirkan.
b)      Verba bereduplikasi:
Contoh: bangun-bangun, ingat-ingat, makan-makan, marah-marah, pulang-pulang, senyum-senyum.
c)      Verba berproses gabung:
Contoh: bernyanyi-nyanyi, tersenyum-senyum, makan-makan.
d)     Verba majemuk:
Contoh: cuci mata, campur tangan, unjuk gigi.
Subkategorisasi
A) Dilihat dari banyaknya nomina yang yang mendampinginya dapat dibedakan menjadi:
1) Verba intransitive,
Yaitu verba yang menghindarkan obyek. Klausa yang memakai verba ini hanya mempunyai satu nomina. Di antara verba intransitive terdapat sekelompok verba yang berpadu dengan nomina, misalnya alih bahsa, campur tangan, cuci mata, bersepeda, bersepatu. Di smaping itu, juga terdapat sekelompok verba yang tidak bias bergabung dengan prefix me-, ber- tanpa mengubah makna dasarnya. Dalam tata bahasa tradisional verba semacam itu disebut kata kerja aus.
2) Verba transitif,
Yaitu verba yang bias mempunyai atau harus mendampingi obyek. Berdasarkan banyaknya obyek, terdapat:
a)      Verba monotransitif
Contoh: Saya menulis surat
            Subjek           obyek
b)      Verba bitransitif ,
Yaitu verba yang mempunyai 2 obyek.
Contoh: Ibu memberi adik kue
           
            Subyek             obyek tak langsung    obyek langsung
c)      Verba ditransitif,
Yaitu verba transitif yang obyeknya tidak muncul.
B) Dilihat dari hubungan verba dan nomina, dapat dibedakan:
1.      Verba aktif,
Yaitu verba yang subyeknya berperan sebagai pelaku. Verba demikian biasanya berprfiks me-, ber-, atau tanpa perefiks.
Contoh: Ia mengapur dinding.

Apabila ia ditambahin oleh sufiks –kan, maka verba itu bermakna benefaktf atau kausatif.
Contoh: Ia membuatkan saya baju
Apabila ditandai oleh sufiks –I, maka verba bermakna lokatif atau repetif.
Contoh: Adik menyirami bunga.
2.      Verba pasif,
Yaitu verba yang subyeknya berperan sebagai penderita, sasaran, atau hasil. Verba demikian biasanya diawali denganprefiks di- atau ter-. Apabila ditandai dengan prefix ter- yang berarti dapat di’atau’tidak dengan sengaja’maka verba itu bermakna prefektif.
Contoh: Adik dipukul ayah

Pada umumnya verba pasif dapat diubah menjadi verba aktif, yaitu dengan mengganti afiksnya.
Contoh: Adik disayangi ayah – Ayah menyayangi adik
3.      Verba anti-aktif (ergatif)
Yaitu verba pasif yang tidak dapat diubah menjadi verba aktif, dan subyeknya merupakan penanggap (yang merasakan, menderita, mengalami).
Contoh: Ibu kecopetan di bis
4.      Verba anti-pasif
Yaitu verba aktif yang tidak dapat diubah menjadi verba pasif.
Contoh: Ia haus akan kasih saying
C) Dilihat dari interaksi antara nomina pendampingnya, dapat dibedakan:
             I.            Verba resiprokal,
Yaitu verba yang menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak, dan perbuatan tersebut dlakukan dengan saling berbalasan. Kedua belah pihak terlibat perbuatan.
Beberapa bentuk verba resiprokal:
a.       Ber + calon verba yang mempunyai sifat resiprokal.
Contoh: berkelahi, berperang.
b.      Ber + verba dasar + an
Contoh: bersentuhan, berpegangan, bertolongan
c.       Ber + reduplikasi verba dasar + an
Contoh: bermaaf-maafan, bersalam-salaman.
d.      Saling me + verba dasar + i
Contoh: saling membari, saling memaki, saling mengampuni
e.       Baku + verba dasar
Contoh: baku hantam, baku tembak, baku piara
f.       Verba dasar1 + me + verba dasar2
Contoh: tolong-menolong
g.      Reduplikasi verba + an
Contoh: cubit-cubitan
h.      Saling ter + verba dasar
Contoh: saling tertarik
i.        Saling ke + verba dasar + an
Contoh: saling kehilangan
j.        Me + verba +  + satu sama lain
Contoh: mencintai satu sama lain, memaafkan satu sama lain

          II.            Verba non- resiprokal,
Yaitu verba yang tidak menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak dan tidak saling berbalasan.
2.2.2        Ajektiva
Pengertian ajektiva
Ajektiva adalah kategori yang ditandai oleh kemungkinannya untuk, (1) bergabung dengan partikel tidak, (2) mendampingi nomina, atau (3) didampingi partikel seperti lebih, sangat, agak, (4) mempunyai ciri-ciri morfologis, seperti –er (dalam honorer), -if (dalam sensitive), -I (dalam alami), atau (5) dibentuk menjadi nomina dengan konfiks ke-an, seperti adil – keadilan, halus – kehalusan, yakin – keyakinan (Ciri terakhir ini berlaku bagi sebagian besar ajektiva dasar dan bias menandai verba intransitive, jadi ada tumpang tindih di antaranya).
Subkategori
Ada du macam kategori ajektiva:
a.  ajektiva predikatif, yaitu ajektiva yang dapat menempati posisi predikat klausa, misalnya hangat, sulit, mahal.
b. ajektiva atributif, yaitu ajektiva yang mendampingi nomina dalam frase nominal, misalnya nasional, niskala.
Pada umumnya ajektiva predikatif dapat berfungsi secara atributif, sedangkan ajektiva atributif tidak dapat berfungsi secara predikatif.
a. ajektiva bertaraf, yakni yang dapat berdampingan dengan agak, sangat, dan sebagainya, seperti nasional, intern.
b. ajektiva tak bertaraf, yakni yang tidak dapat berdampingan dengan agak, sangat, dan sebagainya, seperti nasional inter






2.2.3        NOMINA
Pengertian nomina
Nomina adalah kategori yang secara sintaktis (1) tidak mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel tidak, (2) mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari.
Nomina ditandai dengan tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak, tetapi dapat dinegatifkan dengan kata bukan: tidak kekasih seharusnya bukan kekasih. Nomina dapat dibedakan menjadi:
1)      berdasarkan bentuknya: (a) nomina dasar: rumah, orang, burung, dan sebagainya.(b) nomina turunan:
ke-                   : kekasih, kehendak, ketua
per-                  : pertanda, persegi
pe-                   : petinju, petani, pelempar
peng-               : pengaeas, pengekor, pengacara
-an                   : tulisan, bacaan, kiriman
Peng-an           : pengawasan, penggrapan, penganiayaan
Per-an              : persatuan, perdamaian, pertahan
Ke-an              : kemerdekaan, kesatuan, kesehatan
2)      berdasarkan subkategori: (a) nomina bernyawa (kerbau, sapi, manusia) dan tidak bernyawa  (bunga, rumah, sungai); (b) nomina terbilang :lima orang mahasiswa, tiga ekor kuda, sekuntumbunga); dan tidak terbilang (air laut, awan, langit).

2.2.4        PRONOMINA
Pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu kenomina lain, berfungsiuntuk menggantikan nomina. Ada tiga macam pronominal yaitu:
1)      Pronomina persona adalah pronominal yang mengacu kepada orang. Persona pertama tuggal saya, aku, daku,, -ku, dan persona jamak kami: persona kedua tunggal engkau, kamu, anda, dikau, kau-, -mu. Dan persona jamak kalian, kamu sekalian, anda sekalian: persona ketiga tunggal ia, dia, beliau, -nya.
2)      Pronominal petunjuk: (a) pronominal penunjuk umum ialah, ini, tu, dan anu; pronominal penunjuk tempat sini, situ, sana.
3)      Pronominal penanya adalah pronominal yang digunakan sebagai pemarkah (penanda) pertanyaan. Dari segi makna, ada tiga jenis, yaitu: (a) orang siapa, (b) barang apa menghasilkan turunan di mana, ke mana, dari mana, bagaimana, dan bilamana.

2.2.5        Numeralia
Pengertian numeralia
 Numeralia adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya maujud (orang, binatang, atau barang) dan konsep. Numeralia adalah kategori yang dapat (1) mendampingi nomina dalam konstruksi sintaksis, (2) mempunyai potensi untuk mendamping numeralia lain, dan (3) tidak dapat bergabung dengan tidak atau dengan sangat. Numeralia mewakili bilangan yang terdapat dalam alam diluar bahasa.
1)       Numeralia pokok tentu, mengacu   pada bilangan pokok, yakni 0(nol), 1(satu), 2(dua), sampai 9 (Sembilan).Ada pula numeralia yang merupakan gugus yaitu diantara sepuluh dan dua puluh dipakai gugus yang berkomponen belas. Bilangan di atas bilangan sembilan belas dinyatakan dengan menganggap seolah olah bilangan itu terdiri atas beberapa gugus dan bilangan. Contoh : 7.859 =Tujuh ribu delapan ratus lima puluh Sembilan. Dalam bahasa Indonesia baku, numeralia pokok ditempatkan di muka nomina dan dapat diselingi oleh kata penggolong seperti orang, ekor, dan buah. Contoh: majalah kami memerlukan tiga orang penyunting, pak hasan mempunyai dua ekor burung merak.
2)       Numeralia pokok kolektif,  dibentuk dengan prefiks ke-  yang ditempatkan dimuka nomina yang diperankan. Contoh: ketiga pemain, kedua gedung, kesepuluh anggota. Jika tidak diikuti oleh nomina, biasanya bentuk itu diulang dan dilengkapi dengan -nya. Contoh: kedua-duanya, ketiga-tiganya.
Numeralia kolektif dibentuk dengan cara:
a.       Penambahan prefiks ber- atau se- pada nomina tertentu setelah numeralia. Contoh:  tiga bersaudara, empat beranak, tiga sekawan, tiga serangkai, dua sejoli.
b.      Penambahan prefiks ber- pada numeralia pokok dan hasilnya diletakkan sesudah pronominal persona. Contoh: (kamu) berlima, (kami) berenam.
c.       Pemakain numeralia yang berprefiks ber- dan yang diulang. Contoh: beribu- ribu, berjuta-juta.
d.      Pemakaian gugus numeralia yang bersufiks –an. Contoh: puluhan, ratusan.
3)      Numeralia pokok distributif,  dapat dibentuk dengan cara mengulang kata bilangan. Artinya ialah ‗demi‘ dan ‗masing-masing‘. Contoh: satu-satu, dua-dua.
4)      Numeralia pokok tak tentu,  mengacu pada jumlah yang tidak pasti dan sebagian besar numeralia ini tidak dapat menjadi jawaban atas peranyaan yang memakai kata  tanya berapa, ditempatkan di muka nomina yang diterangkannya. Contoh: banyak orang, berbagai masalah, pelbagai budaya, sedikit air, semua jawaban, seluruh rakyat, segala penjuru, segenap anggota.
5)      Numeralia pokok klitika, yaitu numeralia lain yang dipungut dari bahasa Jawa Kuna, diletakkan di muka nomina yang bersangkutan. Contoh: triwulan, caturwulan, pancasila, saptamarga, dasalomba.
6)      Numeralia ukuran. Contoh: lusin, kodi, meter, liter, atau gram.
7)      Numeralia Tinggat  Numeralia pokok dapat diubah menjadi numeralia tingkat. Cara mengubahnya adalah dengan menambahkan ke-  di muka bilangan yang bersangkutan. Contoh: kesatu atau pertama, kesepuluh, pemain ketiga, jawaban kedua itu, suara pertama.
8)      Numeralia Pecahan Tiap bilangan pokok dapat dipecah menjadi  bagian yang lebih kecil yang dinamakan numeralia pecahan. Cara membentuknya dengan memakai kata per- diantara bilangan pembagi
dan penyebut. Bilangan pecahan dapat mengikuti bilangan pokok. Bilangan campuran dapat ditulis desimal. Contoh: 1/2 = seperdua, setengah, separuh; 1/10 = sepersepuluh; 3/5 = tiga perlima; 9,75 = sembilan tigaperempat atau sembilan koma tujuh lima. 
9)      Frase Numeralia Umumnya dibentuk dengan menambahkan kata penggolong. Contoh: dua ekor (kerbau), lima orang (penjahat), tiga buah (rumah).

2.2.6        ADVERBIA
Pengertian Adverbia
Adverbia adalah kategori yang dapat mendampin adjektiva, numeralia, atau proposisi dalam konstruksi sintaksis. Sekalipun banyak adverbial dapat mendampingi verba dalam konstruksi sintaksis, namun adanya verba itu bukan menjadi ciri adverbia.  Adverbia tidak boleh dikacaukan dengan keterangan, karena adverbia merupakan konsep kategori;  sedangkan keterangan merupakan konsep fungsi. Adverbia dapat ditemui dalam bentuk dasar dan bentuk turunan. Bentuk turunan itu terwujud melalui afiksasi, reduplikasi, gabungan proses, gabungan morfem.
Dalam tataran klausa, adverbia mewatasi atau menjelaskan fungsi-fungsi sintaksis. Umumnya kata atau bagian kalimat yang dijelaskan adverbia itu berfungsi sebagai predikat.  Contoh:
·         ia sangat mencintai istrinya.
·         Guru saja tidak dapat menjawab pertanyaan itu.
·         Melihat penampilannya, ia pasti seorang guru.
·         Hanya petani yang menanam jagung.
·         Tampaknya dia tidak menyetujui usul itu.

Adverbia Dari Segi Perilaku Sintaksisnya  Dapat dilihat berdasarkan posisinya terhadap kata atau bagian kalimat yang dijelaskan oleh adverbial  yang bersangkutan.

a.       Adverbia yang mendahului kata yang diterangkan:
·         Ia lebih tinggi dari pada adiknya.
·         Telaga itu sangat indah.
·         Pendiriannya terlalu kukuh untuk digoyangkan.
·         Kami hanya menulis apa yang dikatakannya.
b.      Adverbia yang mengikuti kata yang diterangkan:
·         Tampan nian kekasih barumu.
·         Kami duduk-duduk saja menunggu pangilan.
·         Jelek benar kelakuannya.
c.       Adverbia yang mendahului atau mengikuti kata yang diterangkan:
·         Mahal amat harga barang-barang itu.
·         Paginya ia segera pergi meninggalkan kami.
d.      Adverbia yang mendahului dan mengikuti kata yang diterangkan:
·         Saya yakin bukan dia saja yang pandai.
·         Bagiku, senyumnya sangat manis sekali.

1.      Adverbia Tunggal
a)      Adverbia yang berupa kata dasar, hanya terdiri atas satu kata dasar. Contoh: baru, hanya,  lebih, hamper, saja, sangat.
b)       Adverbia yang berupa kata berafiks, diperoleh dengan menambahkan gabungan afiks se—nya atau afiks –nya pada kata dasar. Contoh: sebaiknya, sesungguhnya, agaknya, rupanya, rasanya.
c)       Adverbia yang berupa pengulangan kata dasar. Contoh: diam-diam, lekas-lekas,Øc.  Adverbial yang berupa kata ulang  pela-pelan, tinggi-tinggi, lagi-lagi.
d)     Adverbia yang berupa pengulangan kata dasar dengan penambahan prefiks se-.Ø Contoh: setinggi-tinggi, sepandai-pandai, sebesar-besar,  sesabar-sabar, segalak - galak.
e)      Adverbia yang berupa pengulangan kata dasar dengan penambahah sufiks  -an.Ø Contoh: hais-habisan, mati-matian, kecil-kecilan, gila-gilaan, gelap-gelapan.
f)       Adverbia yang berupa pengulangan kata dasar dengan penambahan gabungan afiksØ se—nya. Contoh: setinggi-tingginya, sedalam-dalamnya, seikhlas-ikhlasnya, sekuat-kuatnya, selembut-lembutnya.

2.      Adverbia Gabungan
Adverbia gabungan terdiri atas dua adverbia yang berupa kata dasar.
a)      Adverbia yang berdampingan. Contoh: lagi pula, hanya saja, hampir selalu, acapkali.
b)      Adverbia yang tidak berdampingan. Contoh: hanya …  saja, belum … lagi, hamper … kembali, hanya … kembali, tidak … saja.

3.      Adverbia Semantisnya
a.       Adverbia Kualitatif Menggabarkan maknayang berhubungan dengan tingkat, derajat, atau mutu. Contoh: paling, sangat, lebih, dan kurang.
b.      Adverbia Kuantitatif Menggambarka makna yang berhubungan dengan jumlah. Contoh: banyak, sedikit, kira-kira, dan cukup.
c.       Adverbia Limitatif Menggambaran makna yang berhubungan dengan pembatasan. Contoh: hanya, saja, dan sekedar.
d.      Adverbia Frekuentatif Menggambarkan makna yang berhubungan dengan tingkat kekerapan terjadinya sesuatu yang diterangkan adverbial itu. Contoh: selalu, sering, jaang, dan kadang-kadang. Adverbia Kewaktuan
Menggambarkan makna yang berhubungan dengan saat terjadinya peristiwa yang diterangkan oleh adverbial itu. Contoh: baru dan segera.
e.        Adverbia Kecaraan Menggambarkan makna yang berhubungan dengan bagaimaa peristiwa yang dierangkan oleh adverbial itu berlangsubg atau terjadi. Contoh: diam-diam, secepatnya, pelan-pelan.
f.        Adverbia Kontrastif Menggambarkan perentangan dengan makna kata atau hal yang dinyataka sebelumnya. Contoh: bahkan, malahan, dan justru.
g.      Adverbia Keniscayaan Menggambarkan makna yang berhubungan dengan kepastian tentang keberlangsungan atau terjadinya hal atau peristiwa yang dijelaskan adverbial itu. Contoh: niscaya, pasti, dan tentu.

4.      Adverbia Konjungtif
Adverbia konjungtif adalah adverbia yang menghubungkan satu klausa atau kalimat dengan klausa atau kalimat yang lain. Contoh: (akan) teapi, bahkan, bahwasanya, dengan demikian, kecuali itu.

5.      Adverbia Pembuka Wacana
Adverbia pembuka wacana pada umumnya mengawali suatu wacana. Hubungannya pada paragraf sebelumnya didasarkan pada makna yang terkandung pada paragraf sebelumnya itu. Contoh: adapun, akan hal, alkisah, arkian, dalam pada itu.











BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Berdasarkan urayan di atas dapat di simpulkan bahwa kata dapat dikategorikan/diklasifikasikan berdasarkan makna, tujuan dan penempatan dengan berfariasinya macam kata imbuhan dan kata sambung yang bisa kolaborasikan secara tekstual dan pelafalan, dan kelas kata atau ketegori kata dapat kita di bedakan sebagai berikut:
a.       Kelas Verba
b.      Kelas Adjektiva
c.       Kelas Nomina
d.      Kelas Pronomina
e.       Kelas adverbia
Sejauh ini Kelas Kata/kategori Kata diketahui sebagai mana yang telah terurai, namun  sesuai perkembangan kata bisa jadi akan berubah sesuai dengan tiori yang di sepakati oleh  ahli bahasa Indonesia.
3.2  Saran 
·         Jika tidak ada kelayakan dalam penulisan yang dapat di manfaatkan mohon di maklumi
·         Apabila dalam uraian ada yang kurang, alangkah baiknya penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan.





DAFTAR PUSTAKA

HARIMURTI KRIDALAKSANA (Kelas Kata Dalam Bahasa Indonesia)
Paulus T (SMA kelas 2 )
Widjono HS
Sumber lain:
http://bemwidyadarma.blogspot.co.id/2012/08/makalah-kelas-kata-bahasa-indonesia.html

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com